Sejarah roti buaya untuk pernikahan adat Betawi

Proses pernikahan adat betawi sarat akan keunikan seperti adu pantun, adu jagoan silat dan seserahan yang diwajibkan menggunakan roti buaya, seperti yang kita tahu istilah buaya sering dicap sebagai playboy atau lelaki yang tidak setia, tetapi kenapa di budaya betawi menggunakan simbol buaya sebagai syarat pernikahan?

Explorasa akan memberikan informasi mengapa orang betawi menggunakan roti buaya sebagai syarat wajib untuk seserahan pernikahan.

Sejarah terciptanya roti buaya

Berdasarkan bisnis.com, Wilayah Jakarta dibangun diatas rawa-rawa dan di aliri sungai besar sehingga beberapa daerah Jakarta mempunyai nama Rawasari, Rawamangun, Rawabadak, Rawabelong, Rawa Muara Angke dan Rawa Muara Kapuk.

Rawa adalah habitat yang dihuni buaya, banyaknya habitat buaya mempengaruhi kehidupan masyarakat Betawi sehingga mereka memahami tingkah laku serta sifat alami dari buaya.

Buaya selalu menjaga mata air dan tidak pernah berpindah tempat, sehingga masyarakat betawi menganggap buaya sebagai penunggu mata air

Selain itu, masyarakat Betawi mempelajari bahwa saat buaya betina mati maka buaya jantan tidak mencari penggantinya, simbol inilah yang menginspirasi masyarakat betawi bahwa buaya sebagai simbol kesetiaan/cinta

Pengaruh budaya Eropa juga menjadi pengaruh terciptanya roti buaya dimana orang-orang menunjukkan lambang cinta dengan seikat bunga pada pasangannya namun masyarakat Betawi mempunyai cara yang unik yaitu membuat roti berbentuk buaya

Baca juga: rekomendasi 10 restoran nasi kebuli yang enak wajib kamu kunjungi

Kenapa roti buaya menjadi seserahan?

Orang betawi menggunakan Roti Buaya sebagai seserahan untuk acara pernikahan dimaksudkan agar pasangan dapat hidup bersama dalam kondisi apapun saat senang maupun saat sulit sesuai dengan habitat buaya yang dapat hidup di darat atau air.

Filosofi tentang roti buaya

Masyarakat betawi mempercayai bahwa buaya adalah simbol kesetiaan karena buaya memiliki sifat sexualitas monogami yaitu hanya memiliki 1 pasangan seumur hidup dan hanya menetap di satu tempat, maka dari itu pasangan yang akan menikah diharapkan akan setia selamanya.

Pada zaman dahulu, roti tawar adalah makanan yang hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas, maka dari itu masyarakat Betawi menganggap roti sebagai simbol kemapanan dengan harapan setiap pasangan mampu untuk mengarungi bahtera pernikahan dan memiliki banyak rezeki seperti orang kalangan atas.

Kenapa roti buaya tidak boleh dimakan?

Roti Buaya dibuat sebagai simbol seserahan dalam acara pernikahan dan bukan untuk dikonsumsi, bahkan untuk suku betawi asli makanan tersebut disajikan sudah dalam kondisi busuk, karena dari bahan dasar hanya tepung dan air saja sehingga tekstur nya kasar dan tidak manis seperti jenis roti lainnya.

Roti buaya dipercaya sebagai manifestasi dari siluman buaya yang bertugas untuk melindungi pasangan yang akan menikah, maka dari itu tidak boleh dibagikan kepada siapapun selain pengantin karena akan mendatangkan bala atau bahaya,

Namun pada abad ke 20, budaya menyimpan roti buaya sampai busuk telah dianggap mubazir oleh masyarakat betawi karena membuang makanan, pada akhirnya roti buaya dapat dikonsumsi dengan menambah gula dan ragi serta topping lainnya.

Dari artikel yang kita baca bisa disimpulkan bahwa orang Betawi menggunakan buaya sebagai salah satu syarat pernikahan karena mereka mengharapkan calon pasangan yang akan menikah akan setia selamanya di kala senang maupun sulit seperti sifat buaya, penasaran dengan sejarah kuliner lainnya? baca juga sejarah dari kuliner khas betawi yaitu Nasi Kebuli disini

Jika kamu menyukai artikel ini, share juga ke teman-teman kamu ya :)
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments